BAB I
PENDAHULUAN
Pendidikan Islam di manapun ia berada, tentunya tidak dapat terlepas dari pengaruh gagasan-gagasan para ahli pemikir pendidikan Islam itu, dalam hal ini adalah pendidikan Islam itu sangat dipengaruhi oleh gagasan pemikiran masyarakat Indonesia.
Kebudayaan dan sistem masyarakat Indonesia secara langsung membentuk karakter dari pendidikan Islam itu sendiri. Mengingat pentingnya bangunan kebudayaan dalam mewadahi pendidikan Islam di Indonesia maka pendidikan Islam itu harus melekat dan menyatu dengan kebudayaan dan karakter masyarakat Indonesia tanpa harus kehilangan substansi ajaran Islam, artinya; pendidikan Islam yang ada di Indonesia haruslah mempresentasikan nilai-nilai ke-Indonesia-an itu sendiri.
Pada perkembangannya saat ini, pendidikan Islam di Indonesia tidak terlepas dari ”permasalahan-permasalahan” yang ada, pertama: simbolisme agama; artinya: pendidikan Islam ”hanya” menekankan tentang pentingnya formalitas nyata dan mengenyampingkan semangat-semangat substansi ajaran Islam yang termanifestasikan ke dalam berbagai bentuk budaya, padahal antara ajaran Islam dengan space atau tempatnya, bagaikan dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Space merupakan kerangka agar ajaran Islam mampu diterima dengan baik. Simbol-simbol keagamaan ini sangat ”mengagungkan” ciri-ciri yang dianggap Islam, ciri-ciri yang melekat pada aspek lahiriah belaka, dan segala sesuatunya mengarah kepada simbol-simbol keagamaan di mana agama itu berasal. Akibatnya, pendidikan Islam hanya menyentuh kepada normativitas semu belaka. Kedua : pendidikan Islam di Indonesia diwarnai otentifikasi Islam; artinya pendidikan Islam harus sesuai dengan pendidikan Islam zaman nabi, sedangkan unsur-unsur lain yang menampung di mana pendidikan Islam itu berada, dianggap sebagai hal yang merusak dan bahkan lebih ekstrem lagi dianggap sebagai bid’ah. Pendidikan Islam juga seharusnya menggunakan sistem Islami (nidzam al-Islam) dan sistem-sistem ”luar”, termasuk dialektika antara ajaran Islam dan pendidikan Islam dengan lokalitas yang ada bukanlah termasuk ”genre” pendidikan Islam. Di sinilah otentifikasi Islam menjadi trademark ajaran yang paling benar dan dapat diaplikasikan di semua wilayah/kawasan. Dengan demikian, di luar wilayah geografis itu mesti meniru model yang sudah terjadi di masa Rasulullah (Mekah dan Madinah). Pada gilirannya, Islam yang disana dipandang sebagai Islam yang otentik, sedangkan Islam di wilayah lainnya, bukan Islam yang otentik ”Islam Periferal”, yang jauh dari karakter aslinya. Itu sebabnya, sikap keberagaman (Islam) di Indonesia yang telah mengalami proses akomodasi kultural dianggap bukan Islam otentik karena sudah berubah dari ajaran aslinya. Ketiga: Arus globalisasi. Dunia saat ini telah memasuki zaman modern atau lebih tepatnya zaman teknik. Segala sesuatu kebutuhan manusia dibantu dengan mesin, mulai dari keperluan sederhana sampai pada tingkat kebutuhan yang sulit. Perkembangan teknologi dan penggunaannya semakin hari semakin pesat, terlebih teknologi informasi, segala sesuatu yang terjadi di belahan dunia lain mampu diakses dengan mudah dan cepat oleh masyarakat dunia tanpa harus datang ke tempat kejadian. Dengan kemajuan teknologi informasi yang demikian pesat, segala informasi yang di inginkan akan mudah didapat, mulai dari informasi bisnis, politik, budaya ataupun pendidikan. Teknologi informasi memberikan layanan kemudahan dalam mentransfer segala bentuk pola, gaya, dan cara berpikir suatu masyarakat tertentu kepada masyarakat lain. Di sini dunia pendidikan terutaman pendidikan Islam mendapat tantangan yang luar biasa, karena berbagai macam bentuk budaya, gaya hidup, paradigma dan sejenisnya di dunia ini yang belum tentu sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam dengan mudah masuk ke Indonesia, di sinilah dunia pendidikan Islam di kepung dengan berbagai macam pengaruh dan pada akibatnya sanggup menggeser nilai-nilai pendidikan yang berlandaskan ajaran Islam.
Dari uraian di atas, Abdurrahman Wahid, mengusung gagasan Islam Pribumi sebagai jawaban atas praktek ajaran Islam di Indonesia yang termasuk di dalamnya adalah pendidikan Islam. Gagasan Pribumisasi Islam, secara geneologis dilontarkan pertama kali pada tahun 1980-an. Dalam ‘Pribumisasi Islam’ tergambar bagaimana Islam sebagai ajaran yang normatif berasal dari Tuhan diakomodasikan ke dalam kebudayaan yang berasal dari manusia tanpa kehilangan identitasnya masing-masing. Sehingga, tidak ada lagi pemurnian Islam atau proses menyamakan dengan praktik keagamaan masyarakat muslim di Timur Tengah. Bukankah Arabisasi atau proses mengidentifikasi diri dengan budaya Timur Tengah berarti tercabutnya kita dari akar budaya kita sendiri? Di sini, Pribumisasi Islam juga membentengi nilai-nilai ke-Indonesia-an dari pengaruh-pengaruh budaya asing yang tidak baik dan dapat merusak.
Dalam hal ini, pribumisasi bukan upaya menghindarkan timbulnya perlawanan dari kekuatan budaya-budaya setempat, akan tetapi justru agar budaya itu tidak hilang. Inti ‘Pribumisasi Islam’ adalah kebutuhan bukan untuk menghindari polarisasi antara agama dan budaya, sebab polarisasi demikian memang tidak terhindarkan . Di sinilah letak pentingnya gagasan Pribumisasi Islam Abdurrahman Wahid, karena dalam Pribumisasi Islam, Abdurrahman Wahid mencoba menangkal kecenderungan beragama dalam masyarakat yang hanya sampai pada tataran luarnya saja atau belum mampu mempraktikkan sikap beragama secara lebih substantif. Selain itu gagasan Abdurrahman Wahid dinilai penting karena sanggup mengakomodir cara hidup masyarakat Indonesia. Artinya masyarakat Indonesia memiliki cara hidup tertentu yang itu dimungkinkan ”berbeda” dengan dogma-dogma Arabisasi Islam. Dengan gagasan Pribumisasi Islam, cara hidup dengan segala seluk-beluk budayanya mampu terakomodir dengan baik tanpa bertentangan dengan ajaran Islam. Contoh nyata dari kasus ini adalah di akuinya hari besar Cina dalam kalender nasional. Dalam hal ini Abdurrahman Wahid tentu menjaga keberagaman dalam hidup beragama dan bernegara. Abdurrahman Wahid sangat memegang teguh kebudayaan Indonesia meski dalam menjalankan agama sekalipun. Artinya apabila terjadi ”pertentangan” antara budaya dan Islam, Beliau tidak serta merta mengklaim salah kebudayaan tersebut dan menghapuskannya, namun beliau ”mendamaikan” perselisihan kedua belah pihak ini. Dengan begitu kebudayaan masyarakat Indonesia tetap terjaga dengan baik dan juga ajaran Islam tetap pada koridornya tanpa kehilangan substansinya.
Pada konteks selanjutnya, akan tercipta pola-pola keberagamaan (Islam) yang sesuai dengan konteks lokalnya, dalam wujud ‘Islam Pribumi’ sebagai jawaban dari ‘Islam Otentik’ atau ‘Islam Murni’ yang ingin melakukan proyek Arabisasi di dalam setiap komunitas Islam di seluruh penjuru dunia. ‘Islam Pribumi’ justru memberi keanekaragaman interpretasi dalam praktik kehidupan beragama (Islam) di setiap wilayah yang berbeda-beda. Dengan demikian, Islam tidak lagi dipandang secara tunggal, melainkan beraneka ragam. Tidak ada lagi anggapan Islam yang ada di Timur Tengah sebagai Islam yang murni dan paling benar, karena Islam sebagai agama mengalami historisitas yang terus berlanjut .
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana gagasan Pribumisasi Islam Abdurrahman Wahid?
2. Bagaimana implikasi Pribumisasi Islam Abdurrahman Wahid dalam pendidikan Islam berwawasan ke-Indonesia-an ?
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui gagasan Pribumisasi Islam Abdurrahman Wahid.
b. Untuk mengetahui implikasi Pribumisasi Islam Abdurrahman wahid dalam pendidikan Islam berwawasan ke-Indonesia-an.
2. Manfaat Penelitian
a. Untuk memberikan sumbangan pemikiran pendidikan Islam kepada Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, khususnya Jurusan Kependidikan Islam tentang konsep paradigma pendidikan Islam di Indonesia.
b. Menambah dan memperkaya khazanah keilmuan dunia pendidikan Islam dalam meningkatkan kualitas pendidikan Islam di Indonesia dan pesantren.
c. Bagi peneliti sebagai calon kepala sekolah dan tenaga pendidik, selain sebagai pengalaman meneliti juga digunakan untuk menambah khazanah keilmuan tentang paradigma pendidikan Islam di Indonesia.
D. Telaah Pustaka
Telaah pustaka pada penilitian ini mengacu kepada karya-karya mahasiswa yang relevan, diantaranya:
Soehibul Ainin Na’im, Pribumisasi Islam di Indonesia dalam pemikiran Gus Dur, Jurusan Aqidah dan Filsafat, Fakultas Ushuludin, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2007. Dalam skripsi tersebut dijelaskan tentang 1). Islam post-tradisionalisme dan neo-modernisme. 2). Selanjutnya skripsi tersebut membahas tentang konteks sosio-kultur lahirnya Pribumisasi Islam. 3). Pada akhir penelitiannya, skripsi ini menjelaskan tentang konstruksi Islam Pribumi.
Kasan As’ari, pemikiran Abdurrahman Wahid tentang pendidikan Islam di pesantren, Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2003. Dari hasil penelitian skripsi tersebut menjelaskan tentang 1). Sistem pendidikan di pondok-pesantren menurut Abdurrahman Wahid. 2). pendidikan Islam yang ideal bagi pesantren menurut Abdurrahman Wahid.
Imam Akhsani, konsep pluralisme Abdurrahman Wahid ( dalam perspektif pendidikan Islam ), Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2005. Dalam skripsi tersebut dijelaskan tentang pluralisme dalam konteks ke-Indonesia-an, konsep pluralisme Abdurrahman Wahid, pluralisme dalam pandangan Islam, pluralisme dalam perspektif pendidikan Islam dan reorintasi paradigma pendidikan Islam.
Sholihin, Islam Transformatif menurut Moeslim Abdurrahman, Jurusan Aqidah dan Filsafat, Fakultas Ushuludin, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, 2007. Dari hasil penelitian dalam skripsi tersebut terdapat substansi gagasan Islam Transformatif, yakni, 1). Konstruksi Islam transformatif, 2). Proses sosial agama dalam ruang lingkup Islam Transformatif, 3). Islam Transformatif dan wacana kebangsaan.
Dari hasil telaah pustaka tersebut, belum ada penelitian yang membahas secara spesifik tentang Pendidikan Islam berwawasan Ke-Indonesia-an dengan menelaah secara kritis gagasan Pribumisasi Islam Abdurrahman wahid. Oleh sebab itu sangat tepat apabila penelitian dalam skripsi ini dilakukan dengan mengingat betapa sangat penting penelitian ini.
E. Landasan Teoritik
1. Pendidikan Islam
Adapun yang dimaksud dengan pendidikan Islam di sini adalah:
a. Hakikat Pendidikan Islam
Terdapat banyak pengertian tentang pendidikan Islam, namun pengertian di sini mengacu kepada 3 kata dasar yaitu: tarbiyah, ta’lim dan ta’dib. Tarbiyah mengandung arti suatu proses menumbuh-kembangkan anak didik secara bertahap dan berangsur-angsur menuju kesempurnaan, sedangkan ta’lim merupakan usaha mewariskan pengetahuan dari generasi tua kepada generasi yang lebih muda dan lebih menekankan kepada transfer pengetahuan yang berguna bagi kehidupan peserta didik. Ta’dib merupakan usaha pendewasaan, pemeliharaan dan pengasuhan anak didik agar menjadi baik dan mempunyai adab sopan santun sesuai dengan ajaran Islam dan masyarakat. Ketiga istilah ini harus dipahami secara bersama-sama karena ketiganya mengandung makna yang amat dalam menyangkut manusia dan masyarakat serta lingkungan dalam hubungannya dengan Tuhan dan saling berkaitan satu dengan yang lain.
Dalam hal ini para tokoh pendidikan Islam mendefinisikan tentang hakikat pendidikan Islam. Pendidikan Islam menurut Hasan Langgulung adalah proses penyiapan generasi muda untuk mengisi peranan, memindahkan pengetahuan dan nilai-nilai Islam yang diselaraskan dengan fungsi manusia untuk beramal di dunia dan memetik hasilnya di akhirat.
b. Tujuan Pendidikan Islam
Menurut pandangan Islam, tujuan pendidikan Islam sangat di warnai dan dijiwai oleh nilai-nilai ajaran Allah. Adapun Tujuan pendidikan Islam, yaitu: menciptakan pribadi-pribadi yang selalu bertaqwa kepada Allah, dan dapat mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat. Para pakar pemikir Islam telah merumuskan Tujuan pendidikan Islam, antara lain: Ahmad D. Marimba mengatakan bahwa tujuan pendidikan adalah membentuk manusia berkepribadian muslim. Sedangkan Konferensi International pertama pada Tahun 1977 di Mekkah telah menghasilkan rumusan pendidikan Islam sebagai berikut:
”Pendidikan bertujuan mencapai pertumbuhan kepribadian manusia yang menyeluruh secara seimbang melalui latihan jiwa, intelek diri manusia yang rasional; perasaan dan indera. Karena itu pendidikan harus mencakup pertumbuhan manusia dalam segala aspeknya: spiritual, intelektual, imajinatif, fisik, ilmiah, bahasa, baik secara individual maupun kolektif, dan mendorong semua aspek ini kearah kebaikan dan mencapai kesempurnaan. Tujuan akhir pendidikan muslim terletak pada perwujudan ketundukan yang sempurna kepada Allah baik secara pribadi, komunitas, maupun seluruh umat manusia.”
Dari rumusan Mekkah di atas dapat ditarik sebuah asumsi bahwa, Pertama, pendidikan Islam menumbuhkan daya kreativitas, daya kritis dan inovatif sehingga potensi dasar yang dimiliki anak dapat tumbuh dengan optimal. Kedua, pendidikan Islam merupakan proses bimbingan dan pendampingan peserta didik dengan nilai-nilai ketuhanan dan nilai-nilai kemanusiaan, dengan demikian akan terbentuk generasi yang beriman sekaligus humanity. Yang dimaksud dengan generasi berketuhanan yaitu manusia berpegang teguh dengan ajaran Allah dan Rasul-Nya, sedangkan berkemanusiaan yaitu suatu kemampuan adaptasi dengan lingkungan sekitar. Dengan kata lain, tujuan pendidikan Islam menyangkut fungsi manusia sebagai makhluk individu dan sosial.
2. Islam Kultural
Secara historis pemikiran Abdurrahman Wahid dipengaruhi oleh lingkungan di mana ia berada, baik pada masa menempuh studi maupun aktivitasnya dalam organisasi sosial, keagamaan, budaya maupun politik. Demikian juga kaitannya dengan gagasan Pribumisasi Islam.
Untuk mengetahui gagasan Pribumisasi Islam, penulis menggunakan ”pisau bedah” Islam kultural pada karakteristiknya. Hal ini penulis lakukan karena pemikiran Abdurrahman Wahid sangat dipengaruhi oleh Islam Kultural, meskipun demikian pemahaman ini menegaskan bahwa tidak adanya similarisasi antara Islam Kultural dan Abdurrahman Wahid, hal tersebut lebih karena karakteristik Islam Pribumi Abdurrahman Wahid penulis lihat sebagai ”transformasi” dari karakteristik Islam Kultural.
Karakteristik Islam Kultural ini sangat memperhatikan kearifan lokal, karakteristik ini dapat dilihat dalam al-Qur’an, yang di antaranya adalah at-Tawassuth = التوسط = yang berarti pertengahan. Di dasari dari firman Allah SWT. (dari Washatan = وسطا) :
• •• ...
Artinya:
”Dan demikianlah, Kami telah menjadikan kamu sekalian (umat Islam), umat pertengahan (adil dan pilihan) agar kamu menjadi saksi (ukuran penilaian) atas (sikap dan perbuatan) manusia dan supaya Rasulullah SAW. menjadi saksi (ukuran penilaian) atas (sikap dan perbuatan) kamu sekalian… (QS. al-Baqarah : 143)“
Arti dari sikap at-Tawassuth ini adalah tidak ada kecenderungan over-rasionalist yang sering kali mengabaikan wahyu dan sunnah serta tidak juga over-leteralist yang hanya mengedepankan teks-teks semata. Dengan kata lain antara dalil naqli dan aqli tetap dipakai dalam bersikap dan cara pandang (moderat), seperti al-Maturidi yang menganggap suatu kesalahan apabila kita berhenti berbuat pada saat tidak terdapat nash (naql), seperti halnya kesalahan jika kita larut tidak terkendali dalam penggunaan akal (aql) saja. Selanjutnya al-Maghribi menjelaskan bahwa sikap al-Tawassuth (moderat) tidak seperti yang disangka sebagian orang, cukup hanya dengan upaya mengakomodasi beberapa pendapat, tetapi disertai dengan sikap kreatif dan inovatif (penyempurnaan), membuat sintesa setelah mengkaji tesa-tesa dan antitesa-antitesa. Oleh karena itu, metodologi tawassuth menuntut pengetahuan yang memadai tentang hukum-hukum an-naql maupun al-’aql. Oleh sebab itu harus mengetahui secara mendalam tentang kandungan al-Qur’an dan as-Sunnah, tentang al-muhkam (ayat yang jelas artinya) dan al-mutasyabih (ayat yang berarti ganda atau kurang jelas), dan an-nasikh (yang membatalkan), serta al-mansukh (yang dibatalkan). Demikian pula syarat hadits yang valid untuk di jadikan rujukan.
Al-I’tidal = الإعتدال yang berarti tegak lurus, tidak condong ke kanan-kananan dan tidak condong ke kiri-kirian, diambil dari kata al-‘adlu (العدل = keadilan) atau i’diluu (= إعدلوا bersikap adillah) pada ayat:
• •
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman! Hendaklah kamu sekalian menjadi orang yang tegak (membela kebenaran) karena Allah SWT. menjadi saksi (pengukur kebenaran) yang adil (bil qisthi). Dan jangan sekali-kali kebencianmu kepada kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adilah! Keadilan itu lebih dekat kepada taqwa. Dan bertaqwalah kepada Allah! Sesungguhnya Allah itu Maha melihat apa yang kamu kerjakan”. (Q.S. Al-Maidah : 8).”
Dalam al-Qur'an 'adl mengandung pengertian yaitu sesuatu yang benar, sikap yang tidak memihak, penjagaan hak-hak seseorang dan cara yang tepat dalam mengambil keputusan ("hendaknya kalian menghukumi atau mengambil keputusan atas dasar keadilan"). Secara keseluruhan, pengertian-pengertian di atas terkait langsung dengan sisi keadilan, yaitu sebagai penjabaran bentuk-bentuk keadilan dalam kehidupan. Fase terpenting dari wawasan keadilan yang dibawakan al-Qur'an itu adalah sifatnya sebagai perintah agama, bukan sekedar sebagai acuan etis atau dorongan moral belaka. Pelaksanaannya merupakan pemenuhan kewajiban agama, dan dengan demikian akan diperhitungkan dalam amal perbuatan seorang muslim di hari perhitungan (yaum al-hisab) kelak. Sebab kenyataan penting juga harus dikemukakan dalam hal ini, bahwa sifat dasar wawasan keadilan yang dikembangkan al-Qur'an ternyata bercorak mekanistik, kurang bercorak reflektif. Ini mungkin karena "warna" dari bentuk konkrit wawasan keadilan itu adalah "warna" hukum agama, sesuatu yang katakanlah legal-formalistik.
Jadi jika tawassuth atau garis tengah adalah cara membawakan atau menampilkan agama yang kontekstual. Sedangkan i’tidal adalah menyangkut kebenaran kognitifnya. Jadi tawassuth itu menjelaskan posisi, sedangkan i’tidal adalah akurasi dan konsistensi.
At-tawazun = التوازن, berarti keseimbangan, tidak berat sebelah, tidak kelebihan suatu unsur atau kekurangan unsur yang lain. diambil dari kata al-Waznu = الوزن, atau al-Mizan = الميزان berarti alat penimbang dari ayat:
••
Artinya:
“Sungguh, Kami telah mengutus Rasul-rasul Kami dengan membawa bukti kebenaran yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka al-kitab dan neraca (penimbang keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan (al-qisth)… (QS. Al-Hadid : 25).”
Dengan cara berpikir yang dalam segi mengkontekstualisasikan ajaran agama dengan jalan tengah atau moderat, lalu mempunyai tumpuan akurasi pada sisi keadilan, maka kedua sikap ini akan melahirkan sikap tawazun. Artinya dalam penerapan cara berpikir di atas selalu menghasilkan keputusan yang berimbang satu sama lain dan tentunya tidak berat sebelah. Prinsip tawazun seperti ini pada akhirnya akan melahirkan sikap tasamuh atau toleran. Toleran kepada sesama muslim yang berbeda paham dan juga toleran kepada non-muslim yang berbeda kepercayaan.
Sikap tawazun (seimbang) berarti juga sikap berkhidmah. Menyerasikan khidmah kepada Allah SWT dan khidmah terhadap sesama manusia serta kepada lingkungan hidupnya. Jika demikian sikap tawazun adalah sikap yang senantiasa berusaha mencari cara atau jalan yang tepat untuk mewujudkan pengabdian kepada Allah SWT di dalam masyarakat yang sesuai dengan tuntutan zaman; yaitu bagaimana ”menyelaraskan kepentingan masa lalu, masa kini dan masa mendatang’.
Dengan landasan teoritik di atas, maka judul skripsi: ” Pendidikan Islam Berwawasan ke-Indonesia-an (Telaah Kritis Pribumisasi Islam Pemikiran Abdurrahman Wahid)”, adalah sebuah usaha untuk mencari, mengetahui dan memahami gagasan pemikiran Pribumisasi Islam Abdurrahman Wahid kemudian dikaji dan dianalisis dengan nilai-nilai Pendidikan Islam yang berwawasan ke-Indonesia-an. Pemahaman ini diharapkan mampu untuk mencari sebuah jawaban akan pendidikan Islam yang ideal di Indonesia pada saat ini dan masa depan.
F. Metode Penelitian
Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Berdasarkan hal itu terdapat empat kata kunci yang perlu diperhatikan yaitu: cara ilmiah, data, tujuan dan kegunaan.
Dalam metode penelitian pada dasarnya memuat jenis penelitian, pendekatan, metode pengumpulan data, analisa data serta subyek penelitian yang akan dijelaskan secara rinci di bawah ini :
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena apa yang dialami oleh subyek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain., secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.
Penelitian kualitatif dalam skripsi ini bermaksud untuk memahami pemikiran-pemikiran Abdurrahman Wahid tentang Pribumisasi Islam dan implikasinya terhadap pendidikan Islam yang ada di Indonesia. Fenomena penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library research) yaitu penelitian yang pengumpulan datanya melalui penelusuran kepustakaan.
2. Penentuan Subyek Penelitian
Subyek penelitian atau sumber data adalah orang, benda atau hal yang dijadikan sumber penelitian.
Dalam penelitian ini terdapat dua subyek penelitian yakni; sumber primer dan sumber sekunder.
Sumber Primer ini adalah Abdurrahman Wahid dan gagasan-gagasan beliau yang tertuang melaului tulisan di dalam buku, jurnal, majalah, artikel dan lain-lain. Diantaranya adalah Islam Kosmopolitan; nilai-nilai Indonesia dan Transformasi Kebudayaan, Jakarta, The Wahid Institute, 2007.
Abdurrahman Wahid, IslamKu, Islam Anda dan Islam Kita; Agama Masyarakat Negara Demokrasi, The Wahid Institute, Jakarta, 2006. Greg Barton, Biografi Gus Dur, LKiS, Yogyakarta, 2004. Prisma Pemikiran Gus Dur, Penyunting Muhammad Shaleh Isre, LKiS, Yogyakarta, 1999. Dan karya-karya Abdurrahman Wahid lainnya.
Sumber Sekunder adalah dokumen-dokumen tertulis yang berkaitan dengan judul skripsi ini di antaranya adalah: Kaelan, Pendidikan Pancasila (Edisi Reformasi 2008), Yogyakarta, Paradigma, 2002.
Azyumardi Azra, Pendidikan Islam; Tradisi dan Modernisasi Menuju milenium baru, Logos, Jakarta, 1999. Mahmud Arif, Pendidikan Islam Transformatif, Yogyakarta, LKiS, 2008. Dan karya-karya lain yang memiliki relevansi dengan permasalahan skripsi ini.
3. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan filosofis historis. Pendekatan filosofis digunakan untuk merumuskan secara jelas hakekat yang mendasari konsep-konsep pemikiran. Lebih lanjut pendekatan filosofis dalam penelitian ini digunakan untuk mengkaji secara mendalam problem krusial yang di hadapi pendidikan Islam di Indonesia, diantaranya: simbolisme agama, otentifikasi dan pengikisan budaya bangsa. Dengan harapan akan ditemukan solusi yang tepat.
4. Metode pengumpulan Data
Pengumpulan data adalah cara-cara yang digunakan peneliti untuk mendapatkan kebenaran yang terjadi atau terdapat pada subyek penelitian atau sumber data. Dalam skripsi ini menggunakan metode dokumentasi yaitu metode pengumpulan data dengan melakukan penyelidikan terhadap benda-benda tertulis, seperti buku, artikel, majalah, jurnal. karya tulis mahasiswa berupa skripsi dan tesis. buku, hasil seminar, catatan harian dan sebagainya.
5. Metode Analisis Data
Anaslisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar, sehigga dapat di temukan tema dan di rumuskan hipotesis kerja seperti yang di sarankan oleh data.
Sebagaimana dikatakan sebelumnya , bahwa dalam penelitian ini memakai pendekatan kualitatif dengan menekankan pada deskripsi dan analisis masalah. Artinya, data yang di dapatkan di analisis secara kritis dengan teknik deskriptif-analitis.
Untuk menganalisis data dalam penelitian ini di tempuh beberapa prosedur sebagai berikut:
a. Menelaah Seluruh data yang berhasil di kumpulkan yaitu dari data hasil pengamatan (dokumentasi dan observasi)
b. Mengadakan reduksi data yaitu merangkum, mengumpulkan dan memilih data yang relevan serta di olah dan di simpulkan.
c. Display data yaitu merupakan usaha mengorganisasikan dan memaparkan secara keseluruhan guna memperoleh gambaran yang lengkap dan utuh.
d. Mengumpulkan dan Verifikasi yaitu melakukan interpretasi data dan melakukan penyempurnaan dengan mencari data baru yang diperlukan guna mengambil kesimpulan.
G. Sistematika Pembahasan
Untuk mempermudah dan memfokuskan kajian ini agar sistematis, runtut serta terarah, maka penulisannya di susun dengan sistematika sebagai berikut :
Skripsi ini di bagi menjadi tiga bagian. Bagian pertama, terdiri dari beberapa halaman formalitas penulisan skripsi, yaitu : halaman sampul luar, halaman pembatas, halaman sampul dalam, surat pernyataan keaslian skripsi, halaman nota dinas pembimbing, halaman nota dinas konsultan, halaman pengesahan, halaman motto, halaman persembahan, kata pengantar, daftar isi, daftar tabel, daftar gambar.
Bagian kedua merupakan isi dari skripsi yang terdiri dari lima bab, yaitu :
BAB I. Pendahuluan yang meliputi: latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, telaah pustaka, kerangka teoritik, metode penelitian, sistematika pembahasan.
BAB II. Biografi Abdurrahman Wahid, berisi tentang; latarbelakang keluarga, latar belakang pendidikan, perjalanan organisasi, karya-karya intelektual dan yang terakhir paradigma pemikirannya.
BAB III adalah bab yang mengupas tentang gagasan Pribumisasi Islam Abdurrahman Wahid, yakni: Gambaran Dinamika Gerakan Islam di Indonesia, Konteks Sosio kultur lahirnya Islam Pribumi, Gagasan Pribumisasi Islam Abdurrahman Wahid dan kandungan nilai-nilai Pribumisasi Islam.
BAB IV adalah mengupas Implikasi Pribumisasi Islam Abdurrahman Wahid terhadap pendidikan Islam berwawasan ke-Indonesia-an, yakni: pendidikan Islam, paradigma pendidikan Islam berwawasan ke-Indonesia-an, karakteristik pendidikan Islam berwawasan ke-Indonesia-an dan metodologi pendidikan Islam.
BAB V. Penutup: terdiri dari kesimpulan, saran-saran dan kata penutup.
Bagian ketiga merupakan akhir dari skripsi ini, didalamnya terdapat daftar Pustaka dan lampiran.